Rabu, 15 Desember 2021

RATIH #12

 Cerbung

*Ratih*

A story by Nia Ahlam

Part 12


Hari berganti hari, kedekatan dokter dengan Ratih mulai membuat resah warga desa Mekar Mukti.

Kadang warga melihat dokter selalu mengunjungi kediaman Ratih, dan kadang mereka sering melihat saat Ratih berjalan bersama dokter Galih untuk menengok Nek Minah di pasar.

Semakin menyebarlah gosip, bahwa Ratih dan ibunya telah berhasil mengguna-gunai pak dokter muda tampan tersebut, sehingga pak dokter seperti terkena ilmu pelet oleh gadis misterius tersebut. 

Aduan warga akhirnya sampai di bapak kepala desa, beliau merasa bingung untuk bertindak, karena sebenarnya tak ada yang bisa dijadikan bukti yang akurat untuk memberikan tuduhan bahwa ibunya Ratih seorang dukun.

Akhirnya Pak Lurah, memutuskan untuk datang langsung menemui pak dokter. 

"Assalamualaikum!" 

Pak Lurah mengucapkan salam di pintu Puskesmas yang masih terlihat sepi. 

"Waalaikumussalam, eh Pak Lurah. Silahkan masuk Pak."

Nani si mulut lemes menjawab salam, dan mempersilahkan beliau masuk. 

Sementara Siti terlihat sedang serius memeriksa setumpuk arsip di mejanya.

Dia hanya mengangguk dan tersenyum ke arah pak lurah. 

"Nani, pak dokternya belum datang ya?" 

"Belum Pak, paling sepuluh menit lagi juga sampai." Nani menjawab sambil menyodorkan segelas teh manis panas buat beliau. 

"Pak, bapak sudah tahu tentang si Ratih yang mencoba mendekati pak dokter?" 

Nani tukang gosip, merasa gatal mulutnya kalau belum menggosipkan sesuatu. 

"Itu dia Nan, bapak kemari hendak menanyakan langsung terhadap pak dokter, ada misi apa beliau dekat sama si Ratih." 

Pak lurah menghela nafas begitu dalam, terlihat kalau beliau benar-benar bingung. 

"Iya Pak, aneh banget soalnya, pak dokter belum pernah akrab sama gadis manapun selama di sini, eh malah mau deketnya sama si gembel bau itu." 

Siti yang sedang serius, ternyata telinganya menguping pembicaraan dan malah nyeletuk ikut nimbrung. 

"Assalamualaikum!" 

Tanpa mereka sadari, pak dokter sudah ada di dalam ruangan dan tersenyum ke arah pak Lurah, mereka pun bersalaman. 

"Tumben ada bapak kita di sini pagi-pagi. Bapak sehat kan?" 

"Alhamdulillah Nak, bapak cuma ada sedikit hal yang ingin bapak sampaikan." pak Lurah menjawab sambil tersenyum. 

"Oh, silahkan Pak, kita di ruang praktek saja ya, mari Pak!"

Dokter Galih mempersilahkan tamunya masuk di ruangan kerjanya.

Setelah keduanya duduk, dokter memulai pembicaraan, karena beliau melihat ada keraguan di wajah pak Lurah. 

"Pak, ada apa ya, sepertinya ada hal serius yang ingin bapak sampaikan?" 

"Begini Nak Dokter, sebenarnya bapak kurang enak untuk menanyakan hal ini, namun, sebagi Lurah bapak mendapatkan amanah dari sebagian warga yang merasa perduli terhadap Nak dokter. Belakangan ini Nak dokter terlihat dekat dengan Ratih, warga khawatir Nak dokter kena guna-guna mereka. Karena selama puluhan tahun, tak ada yang berani dan mau dekat dekat dengan Ratih juga ibunya."  

"Hahahaa..." 

Dikter Galih malah tertawa mendengar penuturan pak lurah barusan, 

"Maafkan saya Pak," 

Dokter Galih meminta maaf karena beliau repleks tertawa, merasa kurang sopan. 

"Soalnya saya merasa lucu, jikalau masyarakat beranggapan saya kena guna-guna." 

"Bapak juga sebenarnya bingung Nak, soalnya selama ini Ratih dan ibunya belum pernah membuat hal yang bikin resah warga, mereka hanya mengasingkan diri, namun perilaku mereka selalu baik. Dan tidak pernah merugikan siapapun. Mungkin warga hanya takut, jika Nak dokter dekat dengan mereka akan kena hal buruk." 

"Pak, selama ini saya menganggap bapak sebagai orang tua saya sendiri, makanya sekarang pun saya akan terlebih dahulu memberitahu bapak." 

Dokter Galih berhenti sejenak untuk menarik nafas, sebelum melanjutkan perkataannya. 

"Saya mencintai Ratih Pak, dan akan segera menikahinya." 

Sambil tersenyum beliau lanjutkan perkataannya. 

"Apa Nak?" 

Terkejut pak Lurah mendengar penuturan dokter, "Bapak gak salah dengarkah?" 

"Benar Pak, sudah bulat tekad saya untuk mempersunting Ratih, gadis bercadar misterius tersebut." 

"Ehm.. semoga semua Nak dokter telah pikirkan matang-matang. Jangan sampai ada penyesalan dikemudian hari ya, sebagai orangtua bapak hanya bisa berdoa, semoga Nak dokter mendapatkan yang  terbaik." 

"Terima kasih Pak." 

"Ya sudah, kalau begitu bapak pamit ya Nak, dan akan mencoba jelaskan terhadap warga yang masih penasaran, jika mereka melakukan pengaduan lagi." Pak Lurah berdiri dan kemudian berjalan keluar ruangan diantar pak dokter.

Kemudian dokter kembali memasuki kamar kerjanya dan menutup pintu. 

"Gimana Pak?" 

Nani merasa penasaran dengan percakapan pak lurah bersama dokter, sedangkan pak Lurah hanya memberikan kode sip dengan jarinya, membuat kedua gadis perawat tersebut kebingungan, dan saling pandang kemudian mengangkat bahu.

🍀🍀🍀

"Bu, saya minta ijin membawa Ratih ke Jakarta untuk bertemu mama." 

"Nak, sekali lagi ibu bertanya, kamu tak malu mempunyai calon istri  seperti Ratih?" 

"Kenapa saya harus malu Bu? Ratih wanita sempurna bagi saya." 

"Tapi belum tentu keluaga Nak dokter bisa menerima kehadiran Ratih juga Nak." 

"Bu, saya berjanji, apapun yang terjadi, saya tak akan biarkan seorangpun menyakiti Ratih. Saya akan berusaha semampu saya tuk membuat Ratih bahagia Bu." 

"Ibu percaya Nak, baiklah ibu berikan ijin, tapi kalian tidak boleh menginap ya." 

Ibu Ratih akhirnya berikan ijin, dengan syarat tidak boleh menginap. 

Sementara mereka sedang asik mengobrol, datanglah Ratih bersama si Hitam, mereka habis mencari kayu bakar dari dalam hutan.

Dokter tersenyum, teringat akan hari pertama kali beliau melihat sosok Ratih, yang terus menghantui pikirannya, hingga akhirnya beliau pun jatuh hati. 

"Ratih." sapa pak dokter. 

"Eh, ada tamu ya Bu?" Ratih tersenyum. 

Begitu terlihat senyuman bahagianya karena mendapati pak dokter ada di sana.

"Nak, besok pak dokter akan mengajakmu pergi mengunjungi mamanya di Jakarta. Kamu harus sudah siap pagi hari ya, agar tak kemalaman saat balik kemari." sang bunda menyampaikan niatan pak dokter. 

"Ih, Ratih malu ah Bu." 

Ratih terlihat sedikit khawatir, dan merasa minder. 

"Ratih, semua ini harus kamu lakukan. Kamu harus menemui keluarga pak dokter agar bisa mendapat restu mereka!" bujuk sang ibu.

"Baiklah, selama ini Ratih selalu yakin, apapun yang ibu sarankan selalu berbuah baik." 

Ratih memeluk ibunya dan mencium kening beliau, sementara dokter Galih menyaksikan candaan ibu dan anak sambil tersenyum bahagia.

🍀🍀🍀

Minggu pagi, jam enam dokter Galih bersama Ratih sudah berada di dalam sebua bus jurusan Subang-Jakarta.

Pak dokter memilih menggunakan bus agar lebih nyaman selama di perjalanan. 

Beliau takut Ratih belum terbiasa dibonceng memakai sepeda motor. 

Tak banyak cerita selama di dalam bus, karena keduanya sama-sama bingung harus bercerita apa, seakan pasrah akan semua aturan sang pencipta.

Sampailah mereka di Jakarta, dan kedatangan kali ini merupakan kejutan buat sang mama, karena Galih memang tidak mengabari beliau akan kedatangan mereka. 

"Assalamualaikum!" 

Galih mengetuk pintu sambil mengucap salam. 

"Waalaikumussalam."

Suara sang mama tak asing lagi ditelinga pak dokter, pintu pun terkuak dibuka.

Dan dengan terkejut mamanya berteriak,

"Galih, anak mama, kejutan apa ini." 

Beliau pun memeluk putra kesayangannya, 

"Bagus ya, datang tanpa kasih kabar. Mama tak sediakan masakan apapun buat kamu." 

Sambil tersenyum mama pak dokter bergurau dengannya.

Sementera Ratih berdiri di belakang dokter menyaksikan semua yang terjadi dengan sedikit khawatir. 

Dia takut, keluarga Galih tak bisa menerimanya. 

"Ma, lihat siapa yang bersama Galih?" 

Galih menengok ke belakang ke arah Ratih dan 

mamanya pun mengikuti arah yang ditunjukan anaknya. 

"Siapa gadis itu Nak? Apakah seorang yang meminta sedekah?" 

Polosnya perkataan sang mama, namun bagaikan petir di telinga Ratih, tapi Ratih sadar, dirinya memang seperti itu, tak salah jika ibunya Galih pun beranggapan demikian, dari kecil dia sudah terbiasa dengan panggilan gembel.

Namun, entah kenapa saat ini sedikit ada rasa sedih dan sudut matanya pun terasa hangat, sepertinya akan ada satu buliran airmata yang menetes. 

Dalam diam Ratih hanya terpaku, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya ..


Next ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima-kasih atas kunjungan sobat. Silahkan berikan komentar anda (saran, pertanyaan, ataupun kritikan) untuk kemajuan blog ini dengan bahasa yang sopan.