Sabtu, 18 Desember 2021

RATIH #16

 Cerbung

*Ratih*

A story by Nia Ahlam

Part 16


Pikiran dokter Galih menerawang, kembali ke saat-saat indah dikala bersama Ratih, tertawa bersama, bercanda, dan sama-sama merasakan debaran-debaran indah di hati mereka. 

Ratih, sosok yang begitu anggun dalam pandangan dokter, sungguh satu keajaiban dijaman sekarang ini. 

Dimana semua gadis sudah terobsesi dengan gaya hidup yang serba wah, sedangkan Ratih begitu bahagia dalam kesederhanaan hidup yang diajarkan ibunya. 

Bayangan indah pun sirna, terganti dengan kejadian seminggu yang lalu, saat sang mama belum bisa menerima kehadiran Ratih, dan juga bayangan kemarahan kakaknya beberapa waktu yang lalu. 

"Eh, ada tamu rupanya!" 

Suara yang tak asing ditelinganya, membuyarkan lamunan pak dokter. 

"Ibu!" 

Dokter bangun dan segera menyalami tangan bu Murni. 

Sementara Ratih, tak kuasa berada di antara mereka, sudut matanya terasa hangat, dan kesedihan pun menyeruak kembali di jiwanya, dia berlari masuk ke dalam rumah.

Tanpa sadar dokter memanggil sang pujaan hatinya, 

"Ratiiiih!" 

"Biarkan Ratih melepaskan kesedihannya, Nak dokter. Hatinya masih terlalu rapuh, untuk dapat menerima bahwa banyak kenyataan-kenyataan pahit dalam hidup yang harus dilewati demi mencapai satu kebahagiaan." 

Bu Murni menepuk-nepuk pundak dokter dengan penuh kasih, seakan-akan, dokter seperti anaknya sendiri juga. 

Ada ketenangan selalu dokter rasakan saat mendapat petuah dari ibu calon istrinya tersebut, tak salah jikalau semakin hari, dokter semakin hormat dan segan kepada beliau. 

"Baik, Bu! Bu, saya benar-benar minta maaf atas keegoisan keluarga saya ya Bu!" 

Dokter tak sanggup menyusun kalimat yang lebih rapih untuk menyatakan permintaan maafnya, namun semua sudah cukup, karena bu Murni telah memahami semua yang terjadi.

"Tidak apa-apa Nak dokter, oh ya, bagaimanapun, Nak dokter harus bisa berbakti kepada Ibumu, jangan pernah sekalipun menyakiti perasaan seorang ibu, hanya karena seorang wanita yang kamu cintai. Jadi, ibu harap, untuk sementara lupakanlah Ratih, Nak." 

Selalu tutur kata bijak keluar dari mulut perempuan paruh baya tersebut. 

Namun, kali ini, ucapan beliau, terdengar bagaikan halilintar di telinga dokter, beliau memintanya untuk melupakan Ratih. 

Bagaimana mungkin? 

Ratih adalah kebahagiaan baru dalam hidupnya, dimana dokter mulai merasakan pelangi di hatinya, setelah menjumpai Ratih. 

"Bu, maafkan saya yang malah menghadirkan kesedihan di hidup Ratih, menggoreskan luka yang teramat dalam. Tapi tolong, Bu, percayalah, saya akan berusaha pertaruhkan seluruh hidup saya untuk menjaga dan membahagiakan Ratih." 

Dokter benar-benar memohon kebesaran hati bu Murni, untuk tetap merestui hubungan mereka. 

"Nak, biarkan waktu yang menjawab semuanya! Mengenai restu ibu, sampai kapanpun ibu selalu merestui kebahagiaan kalian, kamu tahu, Nak, dirimu sudah bagaikan anak ibu sendiri, tak ada bedanya dari Ratih. Sekarang, pulanglah dan beristirahatlah, agar pikiran Nak dokter tenang kembali!" 

"Tapi, Bu, bagaimana dengan Ratih?" 

Dokter masih benar-benar mencemaskan keadaan kekasihnya. 

"Dia akan baik-baik saja." 

Tersenyum bu Murni menjawab kecemasan pemuda yang berada di hadapannya.  

🍀🍀🍀

Bunyi telpon genggam membangunkan tidur dokter muda tampan yang sedang bermalas-malasan di hari minggu. 

Beliau yang selalu mengisi hari minggu pagi dengan berolah raga, kali ini hanya ingin berbaring diatas ranjangnya. 

Tadi malam, dia tak bisa cepat-cepat tidur memikirkan tentang kisah hidupnya, mengapa begitu sulit menggapai kebahagiaan dengan Ratih kekasih hatinya. 

Mungkin, jam tiga dini hari pak dokter baru bisa pejamkan matanya. 

"Hallo!" 

Dengan mata masih mengantuk, dokter Galih menerima panggilan di hape nya. 

"Assalamualaikum! Galih, ini mama, Nak." 

Terdengar suara ibunya di seberang sana. 

"Waalaikumussalam, iya, Ma. Apa kabar?" 

"Mama sehat, Nak. Oh iya, Galih, mama sangat menyayangimu, kamu tahu sendiri kan?" 

"Iya, Ma." 

Dokter tersenyum mendengar ucapan ibunya. 

"Galih, kamu harus mau nurutin kata-kata mama, kalau benar kamu sayang sama mama ya!" 

"Iya, ada apa sih, Ma?" 

"Kamu akan menikah bulan depan, mama sudah dapat calon mantu terbaik buat mama, dan calon istri yang sempurna buat kamu!" 

Terdengar begitu bahagia nada suara ibunya. 

Sedangkan, buat pak dokter, semua itu seperti membayangkan empedu yang harus ditelannya, ingin sekali teriak dan membantah semua kata-kata ibunya, namun dokter takut sekali menyakiti hati dan perasaan, wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya. 

"Iya, Ma, semoga mama bahagia dengan apa yang sudah mama dapatkan. Jangan khawatir, Galih akan menjadi anak mama yang selalu patuh seperti selama ini." 

"Kamu memang anak mama yang paling baik Galih, ya sudah teruskan istirahat kamu ya, hari ini minggu, pasti kamu bisa istirahat lebih karena kantor libur kan?" 

"Baik, Ma, mama jaga kesehatan ya."  

Dan percakapan pun berakhir. 

Berakhir juga semua harapan dalam hidup dokter muda tampan tersebut. 

Bagaikan simalakama, entah harus bagaimana dia menentukan keputusan, dokter berada diantara dua wanita yang sangat dicintainya. 

Dokter segera bergegas bangun, membersihkan diri dan bersiap untuk menemui Ratih. 

Beliau berharap Ratih sudah memaafkannya, dan bersedia menemuinya. 

Rasa kerinduan di dada dokter muda tersebut, sudah tak bisa dilukiskan lagi, dia rindu akan senyuman gadis pujaan hatinya, walaupun hanya selalu terlihat di kerut sudut mata bening milik gadis misterius tersebut, yang berbinar-binar. 

🍀🍀🍀

Motor berhenti, persis di tempat yang selama ini selalu setia menunggu nya, jembatan ujung jalan desa Mekar Mukti. 

Setengah berlari, dokter muda itu menuju rumah kediaman Ratih dan ibunya yang penuh kenangan indah bagi beliau. 

Namun, nafas beliau merasa sesak seketika, melihat pintu rumah tergembok, sementara si Hitam meringkuk malas di teras di atas amben. 

Di amben tersebut, tergeletak sebuah amplop putih, ditindih sebuah pot kecil bunga anggrek. 

Kemungkinan agar tidak jatuh diterbangkan angin. 

"TERUNTUK NAK DOKTER" 

"Assalamualaikum, Nak, ibu yakin, dirimu akan datang ke tempat ini untuk menemui kami. 

Namun, maafkan kami, kami harus pergi jauh dari tempat ini yang begitu penuh kenangan indah buat kami selama bertahun-tahun. 

Semua kehendak Allah, tak ada satu makhlukpun yang bisa menghindarinya. 

Ibu yakin, semua ini adalah yang terbaik buat kehidupan kami, kehidupan kita, termasuk dirimu, Nak. 

Ibu dan Ratih, selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, mungkin di dunia ini, hanya ada satu laki-laki yang ibu kenal, bisa mencintai satu sosok perempuan tulus karena Allah. 

Ibu melihat, bagaimana dirimu bisa menerima anak ibu, yang selama ini menjadi hinaan orang-orang, namun kamu jadikan Ratih sebagai bidadari di hatimu. 

Jaga dirimu baik-baik, jaga dan sayangi ibumu sepenuh hati, kami akan selalu merindukanmu.” 

JIKA CINTA KASIH KALIAN ADALAH KARENA ALLAH, MAKA AKAN INDAH PADA WAKTUNYA. 

…..

Sebagai seorang laki-laki, tak ingin dokter meneteskan airmata, namun kesedihan ini begitu menyesakan dada. 

Buliran hangat menetes dari sudut matanya, 

"Ratiiiiiiiiiih...., aku belum sanggup kamu tinggalkan, begitu tiba-tiba, tanpa kamu berikan kesempatan untuk menatap dirimu terakhir kalinya. Ya Allah." 

Dokter Galih memeluk sepucuk surat yang ditinggalkan ibunya Ratih sebagai kata-kata terakhir beliau.


Next ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima-kasih atas kunjungan sobat. Silahkan berikan komentar anda (saran, pertanyaan, ataupun kritikan) untuk kemajuan blog ini dengan bahasa yang sopan.