Selasa, 23 November 2021

Ratih #8

 Cerbung

*Ratih*

A story by Nia Ahlam

Part 8


Dokter Galih mendekati Nek Minah yang sedang berbaring di ambennya.

Berniat memeriksa beliau. 

Sementara Ratih berdiri agak jauh dengan penuh rasa khawatir, Nek Minah sudah Ratih anggap seperti nenek kandungnya sendiri. 

Hanya Nek Minahlah, orang kedua yang dekat dan bisa menerima kehadirannya setelah ibunda tercinta. 

Dokter meraba kening Nek Minah, dan terasa dingin, basah berkeringat, kemudian memeriksa perut beliau, 

"Nek, nenek terakhir makan apa?" Tanya pak dokter. 

"Semalam tak seperti biasanya nenek merasa lapar, lalu nenek menghabiskan sayur bayam sisa pagi karena sayang, tiba-tiba bangun tidur perut nenek sakit banget." 

Nek Minah mencoba menerangkan, kronologi dirinya sampai kemudian sakit perut. 

"Oh, mungkin sayurnya sudah basi, Nek, makanya perut nenek sakit. Jangan khawatir, nenek sekarang makan dan minum teh manis hangat ya, lalu obatnya diminum, insyaaAllah segera sembuh!" 

Sambil tersenyum dokter memberikan sejumlah obat. 

"Ratih, siapa yang biasa menemani nenek di sini?" 

Dokter menghampiri Ratih dan bertanya. 

"Biasanya ada mbak Surti, tapi hari ini tak kelihatan." 

Ratih lalu mendekati nek Minah. 

"Nek, mbak Surti kok tak kelihatan?" 

"Kemarin dia pamit mau ketempat mertuanya ada hajatan, jadi hari ini dia gak datang bantu nenek." 

"Oh gitu ya." 

Ratih kemudian mendekati dokter lagi, dan menerangkan keadaan si nenek. 

"Pak dokter, biar saya yang jaga nenek sampai mbak Surti datang, tapi pak saya belum punya uang buat bayar bapak. Tadi saya bawa daun pisang buat dijual belum sempat dikasih uang sama nenek." 

Ratih terlihat sedih dibalik kerudung yang menutupi separuh wajahnya. 

Dokter lalu meraih tangan Ratih. 

"Ratih, kenapa kamu berpikiran begitu? Benar, jika seseorang berobat harus bayar, karena sayapun obatnya harus beli, namun dalam keadaan yang tidak memungkinkan seperti ini, sayapun ingin sedikitnya berbagi untuk saling  tolong-menolong." 

"Iya pak dokter, makasih banyak." 

Bola mata Ratih yang tadi berkaca-kaca, sekarang berbinar bahagia. 

"Ayo Ratih, saya pulang duluan kamu jaga nenek baik-baik ya!" 

Lalu pak dokter mendekati nenek dan beliau pamit pulang, 

"Nek, semoga cepat sembuh ya! Jangan khawatir nenek punya perawat special, seorang bidadari." Gurau pak dokter. 

Ratihpun tersipu malu. 

Lalu beriringan Ratih mengantar pak dokter keluar warung Nek Minah. 

Di depan pintu, dokter menepuk pundak Ratih lembut, sambil berkata,

"Ratih, nanti setelah saya bersih-bersih di rumah, saya mau ketempat ibumu, sekalian memberitahu beliau kalau kamu di sini menemani dulu nenek ya." 

"Iya Pak dokter, terima kasih sekali lagi. Saya sangat takut ibu khawatir kalau tak diberitahu." 

"Ratih!" 

"Iya Pak." 

Dokter Galih pun meraih kedua tangan gadis itu, secara repleks. 

Karena debaran rasa itu begitu kencang hadir di dada beliau, 

"Saya akan ke Jakarta mengunjungi mama sore ini ini, mungkin Senin malam saya baru kembali." 

Terasa berat dokter mengucapkan kata-kata tersebut. 

"Oh, iya Pak, semoga selamat dan lancar selama perjalanan." 

Ada rasa sedih mendengar dokter akan pergi walaupun cuma dua hari. 

Entah rasa apa pula yang telah bersemi di lubuk  hati Ratih. 

"Aku akan sangat merindukanmu Ratih." 

Dokter mempererat genggaman tangannya. 

Ratih merasa tidak enak hati, dia berusaha melepaskan pegangan tangan pak dokter, walaupun dirinya merasa nyaman dengan genggaman hangat pemuda yang selalu didalam ingatannya. 

"Makasih Pak." 

"Ya udah, jaga diri baik-baik ya. Saya pulang duluan." 

Tanpa mereka sadari, dari seberang jalan ada sepasang mata memperhatikan, dan sorot mata orang tersebut benar-benar terlihat kurang senang melihat pemandangan di hadapannya.

🍀🍀🍀 

"Assalamualaikum!" 

Dokter Galih berdiri di depan gubuk indah Ratih, dia memanggil ibu Ratih dengan mengucap salam. 

"Waalaikumussalam, tunggu sebentar Nak, silahkan duduk dulu!" 

Terdengar ibu Ratih menyahuti ucapan salam dokter dari dalam rumah. 

Tak lama beliaupun keluar dari dalam rumahnya. 

"Maaf nunggu ya Nak, apa kabar? Hari ini kantornya libur ya?" 

Pak dokter langsung diberondong pertanyaan oleh tuan rumah. 

"Tidak apa Bu, saya baik, gimana kabar ibu sendiri?" Dokter menjawab kembali sambil tersenyum. 

"Seperti yang kamu lihat Nak, ibu masih segar bugar Alhamdulillah. Oh ya, Ratih sedang ke pasar menjual daun pisang, tapi kok ya belum pulang juga?" 

Tiba-tiba beliau teringat putrinya yang belum pulang. 

"Kebetulan Bu, saya kemari hendak memberitahu, bahwa Ratih akan terlambat pulang. Dia sedang menemani nek Minah sementara waktu, nek Minah sakit Bu." 

"Ya Allah," ibu Ratih terkejut mendengar kabar tersebut, 

"Sakit apa beliau?" 

"Sakit perut Bu, semalam nenek gak sengaja makan sayur basi, kasian." 

Dokter Galih terlihat muram saat bercerita. 

"Bu, maaf, sebetulnya ada hal lain yang ingin saya sampaikan." 

"Silahkan Nak Dokter, ada apa rupanya, ibu sampe deg-degan." 

Ibu Ratih menjawab sambil disertai guyonan. 

Memang beliau seorang ibu yang sangat bijak, membuat seseorang nyaman saat berada di dekatnya, sayangnya saat ini beliau masih lebih suka mengasingkan diri. 

"Bu, sebelumnya saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya karena apa yang akan saya ungkapkan  mungkin kurang berkenan  di hati Ibu, tapi semua yang saya sampaikan adalah sejujurnya dari apa yang saya rasakan." 

Begitu panjang pembukaan apa yang akan disampaikan dokter tampan tersebut. 

"Iya Nak Dokter, coba katakan apa yang hendak Nak Dokter sampaikan?" 

"Saya menyukai Ratih Bu, saya akui, saya sudah jatuh hati kepada putri Ibu." 

Dokter Galih menunduk saat mengungkapkan apa yang sedang dia rasakan. 

Ibu Ratih tersenyum, beliau mengerti akan perasaan anak muda di hadapannya, namun beliaupun tahu, tak semudah itu seseorang bisa jatuh hati. 

"Sebelumnya terima kasih akan apa yang Nak dokter sampaikan, ibu merasa tersanjung. Namun, begitu banyak pertanyaan yang sekarang memenuhi pikiran ibu. Apa yang membuat Nak dokter berkesimpulan bahwa Nak dokter telah jatuh hati kepada anak gadis ibu?" 

"Entahlah Bu, sayapun tak habis mengerti dengan semua ini, saya pikir bahwa semua ini adalah anugerah dari Allah, dimana ada rasa yang belum pernah saya rasakab selama hidup saya Bu, saat ini saya ingin selalu berada di samping anak Ibu, dan disaat saya bersamanya saya merasakan satu kebahagiaan yang tak bisa saya  ungkapkan." 

"Nak, andai Ratih terlihat seperti gadis lain, yang cantik  atau  mempesona, ibu takkan banyak bertanya, tapi Nak dokter  tahu sendiri bagaimana keadaan Ratih, apa yang bisa diharapkan dan dibanggakan dari anak ibu, salah-salah malah akan menjadi bahan hinaan dan ejekan buat seorang berpangkat seperti kamu Nak, kamu akan terbebani nantinya."  

"Tidak Bu, saya yakin, jika saya mendapat restu Ibu, maka sayapun yakin, Ratih adalah yang terbaik buat saya atas kehendak Allah." 

"Ibu merestui niat baikmu Nak, dan kamu jalani dulu hari-hari kebersamaan kalian, namun ibu mohon, sebelum sampai ketitik ada niat Nak dokter ingin mempersunting Ratih, jangan berikan harapan sedikitpun padanya, agar dia takkan pernah merasakan sakit hati dengan hal yang tak sesuai harapan." 

Sungguh bijak semua perkataan ibunda Ratih, dan serasa mendapatkan anugerah terindah dalam hidup Galih saat mendapat restu dari ibu gadis yang benar-benar telah berhasil membuatnya tersenyum bahagia.


Next ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima-kasih atas kunjungan sobat. Silahkan berikan komentar anda (saran, pertanyaan, ataupun kritikan) untuk kemajuan blog ini dengan bahasa yang sopan.