Rabu, 17 November 2021

Ratih #6

Cerbung 
 *Ratih* 
 A story by Nia Ahlam 
 Part 6 

 "Bu.. ibu.." Ratih memanggil ibunya yang sedang asik melamun. Ratih tersenyum, dan langsung memeluk sang ibu tersayang. Lima belas tahun dia hanya tinggal berdua bersama sang bunda, walaupun begitu, dia tak pernah merasa kesepian, karena kasih sayang sang ibu yang tercurah, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ibunya adalah anugerah terindah buat Ratih dari sang Pencipta.

"Eh, kamu Nak." Tak ingin diketahui anaknya, ibu Ratih menyeka airmata dari sudut matanya, barusan dia telah

kembali flash back kemasa silam, mengenang satu tragedi yang teramat sangat menyayat hatinya, namun, karena tragedi tersebut juga dia bisa memiliki Ratih, putri semata wayangnya.

"Iya Bu, ibu melamun apa sih? Sampe Ratih panggil dua kali tak menyahut." Ratih menggoda sang bunda sambil tersenyum manja.

"Kamu ini, nakal ya." Si ibu tersenyum sambil membuka kerudung Ratih. "Sudah petang, cepat mandi sana, nanti kemalaman kamu bisa masuk angin. Ibu tak mau putri kesayangan ibu nanti sakit!"

"Baik Bu, Ratih mandi dulu ya. Eh Bu, kapan sih Ratih berhenti pakai parem luluran?" Partanyaan Ratih seolah bercanda, namun sempat membuat sang ibu sedikit merasa sedih, dia merasa berdosa melakukan hal tersebut selama ini terhadap Ratih, namun semua dia lakukan demi kebaikan Ratih juga.

"Ehmm... sepertinya sebentar lagi kok sayang," Ibu Ratih mengecup kening sang putri, dan membelai halus pipinya. Walaupun anak gadisnya sudah tumbuh remaja, namun selalu saja dia perlakukan seperti putri kecilnya.

πŸ€πŸ€πŸ€

Dokter Galih malam ini merasa kesepian, entah kenapa, sejak dia mengenal Ratih, dia selalu merindukan gadis tersebut. Bayangan tadi siang, saat dipematang sawah terasa begitu indah. Dia merasa heran, kenapa harus Ratih, gadis bercadar yang berhasil menarik perhatiannya. Kenapa bukan perempuan-perempuan cantik yang selalu berusaha menggodanya? Entahlah, dokter tampan tersebut, selalu yakin Allah akan berikan satu hikmah disetiap kejadian, walaupun kadang tak bisa dicerna akal sehat manusia. Lamunan dokter terganggu karena bunyi hape disebelahnya, diraihnya hape tersebut dan terlihat nama bunda tersayang melakukan panggilan.

"Hallo mah.. apa kabar?"

"Mama baik Nak, kamu apa kabar?"

"Galih baik juga mah, kak Linda gimana kabarnya? Galih jarang kontak dia, Galih sedikit sibuk soalnya."

"Kami semua baik-baik saja. Kamu kapan mau nengokin mamamu Nak? Mama kangen bangeet, serasa lama banget tak berjumpa denganmu, walaupun video call tiap hari, mama kangen pelukan anak bungsu kesayangan mama." Terdengar serius, nada bicara sang bunda. Ada tersirat kesedihan diwajah mamanya.

"Besok Minggu ya Ma, soalnya Seninnya tanggal merah. Jangan lupa, mama siapkan masakan kesukaan Galih, pepes ikan mas pedas ya."

"Benarkah kamu mau ke Jakarta Nak?" Sang bunda sontak kegirangan. "Pasti mama siapkan pesanan nya. Awas, jangan sampai cancel ya!"

"Tentu tidak Ma, tapi Galih datangnya malam ya, soalnya ada sedikit pekerjaan siangnya disini."

"Iya tak apa, ya sudah, kamu istirahat dulu sudah malam, nanti mama kabarin kakakmu juga biar bisa ketemu dan makan bareng."

"Baik Ma, mama jaga kesehatan ya, jangan telat makan dan minum vitamin teratur." Setelah saling mengucapkan bye .. Telpon pun Galih tutup. Kembali dokter tampan tersebut membayangkan gadis pujaan hatinya.

"Ah, aku tak bisa menahan kerinduan ini, besok aku harus menemui Ratih, semoga saja kami mendapat ijin sang ibu untuk bisa sedikit mengobrol dengan Ratih, andai tak ada kesempatan pun, cukup aku bisa memandang dirinya melepaskan kerinduan ini. Lalu sambil tersenyum, dokter berusaha memejamkan matanya.

πŸ€πŸ€πŸ€ 

Sore itu, ibunya Ratih sedang sibuk memindahkan anak-anak bunga anggreknya ke pot-pot yang baru. Sungguh bunga-tersebut tumbuh dengan sehat, ya karena ibunya Ratih merawat mereka penuh cinta. Sehingga menghasilkan bunga-bunga nan sangat indah.

"Assalamualaikum!" Terdengar ucapan salam dari depan, ibu Ratih segera mengenali suara tersebut. "Waalaikumussalam, ibu dibelakang Nak Dokter.” Jawab ibunya Ratih. Dan dokter Galih pun pergi ke bagian belakang rumah menemui wanita tersebut.

"Apa kabar Bu? Sedang sibuk ya?" Dokter melihat kedua tangan beliau dipenuhi tanah media tanam bunga-bunga tersebut. Dokterpun sangat senang melihat pemandangan tersebut, ya diapun sangat mencintai anggrek, sang bunga lambang cinta kasih. Kurang lebih satu jam menemani ibunya Ratih menyelesaikan pekerjaannya, sesekali dokterpun membantu memberikan apa-apa yang diperlukan beliau. Sebenarnya dokter malu untuk menanyakan keberadaan Ratih, namun hatinya tak kuasa menahan kerinduan tuk melihat gadis tersebut, dan akhirnya ...

"Bu, saya tak melihat Ratih, sedang pergi kemana dia?" Seperti basa basi, namun sebenarnya adalah pokok tujuan sang dokter.

"Memang tidak ada didepan ya?" Ibu Ratih pun bertanya.

"Saya tak melihatnya Bu."

"Paling dipinggir kali, dia begitu senang menikmati gerombolan ikan kecil disana."

"Oh.." hanya itu yang terlontar dari mulut dokter tampan tersebut. Namun nada kecewa tersebut bisa dirasakan wanita yang berada disampingnya, beliau sedang mencuci tangan dipancuran kolam disana. "Kalau Nak dokter mau ikut melihat ikan-ikan dikali, silahkan, gak jauh kok, di samping gubuk ibu arah kehutan. Paling limapuluh meter saja." Sambil tersenyum penuh pengertian sang ibu memberikan kesempatan, sebenarnya dia sedikit menangkap ada perhatian lebih dari dokter muda itu terhadap anaknya. Namun dia pun belum berani menyimpulkan perhatian apa yang dokter punya terhadap putrinya. Entah rasa penasaran, ataupun rasa kasihan, yang jelas tak mungkin rasa cinta. Toh Ratih hanyalah seorang gadis aneh yang tak punya sesuatu untuk disukai lawan jenisnya.

"Baik Bu, kalau begitu saya pamit pergi dulu." Seperti anak kecil yang diberi permen, dokter Galih begitu girang, dan kegirangan tersebut tak berusaha dia sembunyikan. Hanya anggukan dan senyuman jawaban sang ibu. Dokter Galih pun segera berlalu mengikuti petunjuk beliau. Benar saja, dari kejauhan sudah tampak punggung gadis pujaan hatinya, duduk diatas rerumputan memandang ke arah jernihnya air sungai. Dokter Galih berusaha berjinjit, agar langkah kakinya tak didengar Ratih, benar saja gadis itu tak sedikitpun menoleh kebelakang. Dokter Galih langsung duduk disamping Ratih, membuat gadis itu terkejut dan berusaha berdiri hendak pergi, namun dengan cepat, dokter meraih tangan sang gadis.

"Ratih, ini aku," Dokter menatap wajah Ratih yang masih berdiri terpaku, dan tangan dokter masih menggenggam jemari Ratih yang sangat lentik dan halus, walaupun dipenuhi luluran rempah. Dada Ratih berdetak kencang, terasa ada aliran listrik dari tangan dokter yang menggenggamnya. Begitupun Galih, merasakan debaran indah saat menggenggam tangan gadis tersebut. Sungguh luar biasa hebat aura dari gadis tersebut, membuat sang dokter tampan tak bisa berkata-kata lagi, hanya menatap bening indah bola mata Ratih yang juga menatapnya.

"Pak Dokter." Ratih mengucapkan kata tersebut, sambil berusaha menarik lepas jemarinya dari genggaman hangat sang dokter.

"Iya Ratih." Dokter pun terkejut baru sadar tangannya masih menggenggam tangan si gadis.

"Duduklah Ratih, ibumu yang menyuruh saya kemari jika ingin melihat ikan-ikan kecil sahabatmu.”

Dengan perasaan tak karuan, bercampur tersipu malu, Ratih duduk kembali ditempat semula. Berdampingan dengan sang dokter pujaan hatinya. Sungguh Ratih tak menyangka, dokter tampan yang selalu penuhi ingatannya kini duduk bersamanya.

Next ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima-kasih atas kunjungan sobat. Silahkan berikan komentar anda (saran, pertanyaan, ataupun kritikan) untuk kemajuan blog ini dengan bahasa yang sopan.