Minggu, 17 Oktober 2021

Ratih #5

 Cerbung

*Ratih*

A story by Nia Ahlam

Part 5


Selesai sudah obrolan hangat antara dokter muda tampan dengan ibunya Ratih, si gadis misterius. 

Seiring dengan seruputan terakhir teh manis yang begitu terasa manis di mulut pak dokter, mungkin karena teh manis tersebut buatan seorang gadis yang berhasil mencuri separuh jiwa pak dokter, ya karena wangi rempahnya mungkin. 

Dokter Galih bangun dari duduknya, walaupun terasa berat

sebenarnya untuk pamitan, karena dia merasa benar-benar nyaman berada di gubuk indah tersebut. 

Namun hari sudah menjelang sore, dan tugasnya di kantor belum dia tutup. 

Sementara Ratih asik didalam gubuk dengan perasaan hati yang tak menentu, ingin sekali dia ikut nimbrung diluar hanya sekedar ingin menatap indahnya raut sang pemuda pujaan jiwanya.

Dua kali terjatuh dipelukan sang arjuna, membuat seluruh sel didalam tubuhnya bergejolak panas dingin tidak menentu, satu rasa yang baru kali ini dialaminya. 

"Bu, saya permisi pamit pulang dulu, sudah sore!" 

Dokter Galih mengulurkan tangannya hendak pamitan, dan ibunya Ratih pun menyambutnya. 

"Iya Nak Dokter, lain kali mampir lagi ya. Ibu seneng ada teman ngobrol, itupun kalau Nak Dokter bersedia dan ada waktu." Sambut si ibu sambil tersenyum. 

"Pasti Bu, asal ibu jangan bosen ya, dengan kedatangan saya yang hanya mengganggu." 

"Tentu tidak lah, ya sudah hati-hati dijalannya!" 

Dokterpun mengangguk dan berbalik arah menuju jalan tempat dia memarkir motornya.

Mungkin baru lima menit dokter berjalan pulang, tiba-tiba suara ringtone hape mengejutkan.

Ibunya Ratih yang masih menatap punggung pak dokter dikejauhan, beliau mencari asal suara dan melihat telpon di amben menyala ada panggilan masuk, diraihnya telpon tersebut dan beliau berteriak melihat telpon tersebut, 

"Ya Allah... Ratiiih kemari Nak." 

Dia terkejut dan spontan memanggil anaknya datang, 

"Ya Bu, ada apa?" Ratihpun terperanjat keluar segera. 

"Cepat.. cepat susulkan hape ini sama pak dokter, kamu panggil dia kasian." 

Sedikit gugup ibunda Ratih berikan perintah. 

"Ratih boleh bicara sama pak dokter Bu?" 

Ratih kaget bercampur gembira, karena selama ini ibunya melarang Ratih berbicara dengan seorang laki-laki, siapapun laki-laki tersebut. 

"Iya cepat, gak apa-apa, kamu ibu perbolehkan bicara dengan pak dokter, ayo buruan nanti keburu naik motor pak dokternya!" 

"Baik Bu." 

Ratih setengah berlari mengejar dokter tampan tersebut, untungnya dokter berjalan sangat pelan, seakan menikmati langkah demi langkah kakinya. 

"Pak Dokteeeer, tungguuu..!" 

Ratih sedikit ngos-ngosan memanggil dokter, dan dokterpun tertegun mendengar ada yang memanggil namanya.

Dokter Galih membalikan badan, dan melihat gadis pencuri jiwanya sedang berjalan memghampirinya. 

Rasa debaran didadanya tak bisa diungkapkan, ada bahagia yang teramat sangat melihat gadis bermata bening sedang menghampirinya. 

Walaupun badan Ratih berbau rempah yang sangat menyengat namun terasa wangi dipenciuman dokter Galih. 

Yah mungkin Gadis aneh tersebut telah membuat syaraf otak dokter konslet, sehingga seperti agak sedikit tidak rasional. 

Atau mungkin sudah ada sesuatu terjadi di dalam hati beliau, ya sesuatu. 

"Pak dokter, hape bapak ketinggalan." 

Ratih dengan nafas sedikit tersengal menyodorkan hape ke hadapan dokter, namun mata Ratih tak berani menatap wajah dokter tampan tersebut. 

Sedangkan dokterpun hanya bisa menikmati kerudung dan wajah yang tertutup kerudung tersebut, juga tangan yang penuh baluran meyodorkan telpon. 

Diraihnya hape tersebut, 

"Ratih, kamu mau berbicara denganku?" Dokter Galih terkesima. 

"Iya Pak, ibu mengijinkan saya." 

"Lah, memang selama ini ibumu tak mengijinkanmu berbicara?" 

"Iya pak, saya tak boleh berbicara sama lelaki manapun. Kata ibu demi kebaikan saya juga." 

"Oh, betul kata ibumu Ratih, terimakasih sudah mengantarkan hapenya ya. Lain kali saya datang lagi, kamu mau saya bawakan apa? Sebagai ucapan terima kasih saya?" 

Dokter berharap Ratih akan menatap wajahnya, dia rindu dengan telaga bening dimata Ratih. 

"Tak usah repot-repot Pak, kami tak memerlukan apapun, cukup bapak datang saja jika ada keperluan sama ibu." Sahut Ratih dengan tetap menunduk. 

"Ratih, bolehkah kamu melihat saya sebentar?" 

Dokter Galih tak kuasa menahan kerinduannya, dan memberanikan diri memohon kepada Ratih.

Ratih merasa malu, dadanya berdetak kencang, tapi diapun ingin menatap raut pemuda tampan yang berdiri dihadapannya. 

"Iya Pak!" 

Pelan Ratih mengangkat wajahnya berniat menatap pak dokter, dengan jarak satu meter. 

Merekapun berpandangan, dan seakan ada benang merah diantara keduanya. 

Keduanya menjadi salah tingkah dan gemetar, hanya karena beradunya pandangan mata. SubhanAllah ..

"Mata kamu sangat indah Ratih!" 

Repleks dokter Galih menggumamkan kata-kata tersebut, yang dengan cepat membuat Ratih menunduk kembali dan tersipu lalu membalikkan badannya hendak pulang.

"Selamat jalan dok..!" Teriak Ratih sambil berlalu. 

Tinggal dokter yang masih tertegun, dan tersenyum bahagia.

🍀🍀🍀

Flash back ..

Terlalu serius membaca tumpukan buku dihadapannya, demi menyelesaikan bab akhir skripsi yang sedang dia susun, membuat Murni lupa akan waktu. 

Ternyata sudah hampir jam sembilan malam. 

Memang perpustakaan kampus nya dibuat nonstop duapuluh empat jam, agar setiap saat ada mahasiswa yang memerlukan informasi bisa segera mendapatkannya. 

Tentunya, perpustakaan tersebutpun dijaga oleh security selama duapuluh empat jam juga. 

"Ya ampuuun, sampai larut malam aku disini." 

Murni membereskan bukunya, dan menengok sekeliling. 

Hanya ada dua orang dibelakang sama sedang menikmati sebuah buku juga. 

Murni cepat keluar dan menyapa bapak satpam di meja kecil depan perpustakaan 

"Makasih ya Pak." Murni menyapa pak satpam dan tersenyum kearahnya. 

Lalu dia berjalan ke depan hendak mengahadang angkot atau metromini yang bisa membawanya pulang ke tempat kostnya. 

Perpustakaan berada dibelakang kampusnya, sehingga tak ada halte yang bisa dipakai menunggu angkutan. 

Oleh karena itu Murni harus berjalan mengelilingi halaman kampus yang cukup luas, dan ternyata di saat malam begini begitu mencekam suasana disana, apalagi lampu jalanpun hanya temaram saja. 

Sedang merasa takut berjalan sendiri dalam sepi, hati Murni benar-benar merasa tak enak.

Diapun mempercepat langkahnya, 

"Haaaai.. cantiik mau kemana?" 

Tiba-tiba murni sudah dikepung tiga orang anak muda, dua orang diantaranya memegang botol minuman, dan seorang yang tanpa botol mendekatinya. 

Murni ketakutan, dia melangkah mundur, namun dibelakangnyapun ada pemuda yang menghalanginya. 

Baru saja Murni hendak berteriak pemuda dibelakangnya sudah memeluknya dan membekap mulutnya dengan kasar. 

Murni meronta sekuat tenaga. 

Namun apa daya, pemuda tersebut pun mendorong tubuh nya kebawah rimbunan pohon di taman pinggiran jalan tersebut. 

Malang sungguh nasib Murni, tak ada seorangpun yang lewat kesana.  

Salah satu pemuda dengan mulut bau alkohol membuka bajunya dan mengikat mulut Murni sekencangnya, sampe terasa sangat sakit, lalu tubuhnya didorong ketanah, keatas rerumputan. 

Kiri kanan tangan nya dipegang masing-masing pemuda yang sedang kesetanan korban alkohol tersebut.

Dan dengan penuh paksaan mereka bagaikan hewan yang kelaparan, malam itu telah melakukan kebiadaban nafsu binatangnya. 

Menganiaya seorang gadis tak berdosa dan tak berdaya, terenggutlah kesucian yang selama ini dia jaga, suratan takdir telah tertulis malam itu. 

Setelah puas ketiga hewan tersebut pergi dengan tertawa yang bagaikan halilintar ditelinga Murni.

Dia merasakan sakit yang luar biasa sehingga tak mampu untuk dudukpun, dan tangisan tak berhenti dipenuhi airmata yang membanjiri pipinya, sementara darah yang meleleh dikedua pahanya pun tak kuasa dibersihkan. 

Serasa malam itu berakhirlah semua harapan dalam hidupnya. 

Tertatih Murni berusaha bangkit, dan beranjak dari rimbunan semak dan pohon, dia hendak berjalan ketepi jalan raya. 

Semua buku-bukunya telah hilang berceceran entah kemana. 

Dalam keadaan terhuyung tiba-tiba sepasang tangan merengkuh tubuhnya. 

"Murni?" 

Laki-laki yang memapahnya mengenalinya, namun pikiran Murni tak bisa jernih, karena tragedi yang dialaminya masih membuatnya shock. 

Tak lama Murni pun terkulai jatuh pingsan dipelukan laki-laki tersebut ..


Next ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima-kasih atas kunjungan sobat. Silahkan berikan komentar anda (saran, pertanyaan, ataupun kritikan) untuk kemajuan blog ini dengan bahasa yang sopan.